Senin, 15 Desember 2014

Detik-detik Desember

dipersembahkan untukmu, sang pencipta karya fiksi :3



(10-12-14 Bandung)
I
Bukan hujan yang aku tunggu
Bukan juga awan pekat dan gerimis
Waktu yang berjalan maju dan saksi yang bisu
Awal mula perkara hitam seorang sosialis

Aku hanya menunggu dentingan jarum jam
Namun bukan juga itu yang aku tunggu setiap malam
Aku juga menunggu matahari terbit lalu tenggelam
Tapi salah! Aku juga tak menunggu itu di dalam kelam

Melati, sudahkah ia tumbuh?
Memutih dan semakin bercahayakah?
Aku tau,tak pantas untuk meragu
Bahkan lembut itu adalah nyata tak semu

II
  Nama itu, suara itu dan kau
Dentingan suara indah karya Illahi
Cerita-cerita itu, surat terbuka itu
Tak bosan mata, telinga dan hati memaknai

Namamu dengan pena itu
Adalah wabah yang aku rindu
Setiap sisi dari senyum itu
Ya hanya itu, cukup bagiku merangkai kalbu

Langit jingga boleh berseri, matahari pasti terbit kembali
Bulan boleh jadi malu lagi dan siang akan semu lagi
Tapi  fragmen ini, jangan kau ragukan lagi
Pemilik itu hanya satu, namamu, senyum mu dan kamu.
III
(11-12-14 garut)
Sebelum fajar baru terbit dan bersinar
Menyelami gelapnya bulan yang lalu
Adakah kita mensyukuri sang rembulan?
Yang diterangi malam tanpa kita rasakan.

Alunan musik apa yang akan hadir?
Alunan sajak orang jatuh cinta?
Alatmusik rusak yang tidak bersuara?
Kau, tak perlu mengerti.

Inilah kita, manusia pertiwi
Lihat jendela, bersemi puisi
Maukah kau buatkan sebuah memori?
Aku bertanya padamu  ....
IV
(11-12-14 garut)
Siang belum menjadi senja
Meramu matahari belum ada
Desember hari ini kau ada nama
Memori duabelas sudah terasa

Duabelas yang lalu aku tak tau
Estetika dan puisimu
Simpan saja dulu suaramu
Indah detik itu ada pada pikiranku

Kamu tau Desember pasti melaju
Dari tempat suara musik dangdut bersatu
Di kampung naga matahari menjadi ....
Biar kau isi saja sendiri

V
(11-12-14)
Adakah rembulan disana?
Samakah dengan disini?
Aku hanya bertanya padamu
Perempuan bernama ....

Simpan saja dulu semua
Aku tak mau satupun baca
Kecuali kau, sang pemilik nama
Yang aku sebut dalam malam raya

Kau boleh hitung detik
Melaju ia jadi menit
Berjam, lalu berhari dan minggu
Aku akan ada, tetap memangku katana
VI
(11-12-14 Ciamis)
Kemana arah aku melihat?
Apa sama dengan dua mata mu?
Siang dan malam apakah itu bersatu?
Aku bertanya pada seorang perempuan bernama....

Hidup ada satu
matipun hanya ada satu
bumi juga satu
kaupun cukup sama.

Puisi ini ingin mengucap milad
Berharap kau menikmati setiap parade
Membuat sebuah kalimat baris
Tentang tanggal yang terulang menjadi  berarti.
VII
(setiabudhi 12-12-14)
Sudahkah svarna  itu kau ucap?
Sebuah syukur untuk Nya akan waktu
Sebuah tanda kau adalah hambaNya
Mempertegas mu sebagai kesayanganNya

Kau boleh berlari, berdiksi dan berpuisi
Yang lain boleh mencaci
Tapi kami  tak mungkin berhenti mengagumi
Coretan dari seorang ....

Bermain dengan cerita-cerita
Berlari dengan langkah-langkah
Berdoa dengan rintik-rintik
Itulah kau yang aku tau.

VII
(Ngamprah 12-12-14)
Malam ini, bumi diselimuti lagi
Sesuai dengan firman-Nya, pemilik bumi
Malam ini, aku akan akhiri
Puisi tak tau arah dari kemarin pagi

Bumi adalah tempatmu berpijak
Bersama tanah dan api, berikut angin
Ingat dan rasakan setiap kemahaanNya
Agar kelak kau mampu menjawab terjal riwayat hidup

Angka-angka itu, kau tau itu  cerita hidupmu
Tempat-tempat itu, saksi aku bermain alam biru
Titik-titik itu, adalah nama sang pemilik buku
Kau pasti tau itu. Akhiri saja dengan tutup buku.