Dunia
tak pernah sesempit ini. Ruangan-ruangan yang kosong, jalanan yang lenggang
menambah bukti betapa leganya dunia ini. Tapi, semua menjadi masalah ketika
kamu, lagi-lagi hadir untuk kembali ‘menggangu’ dengan apa yang seharusnya aku
tidak pikirkan, apa yang seharusnya aku tidak terlalu khawatirkan, namun yang
menjadi masalah bahwa aku tidak bisa tidak memikirkan, tidak bisa tidak mengkhawatirkan
sebuah subyek yang disebut kamu.
Kamu! kalau boleh aku ulang.
Kamu itu siapa? Apakah kamu yang setiap hari, dulu meminta melakukan first bump? Atau kamu yang dulu berdiskusi mengenai ‘dunia’ yang orang sekitar tidak pahami?, atau membicarakan kembali kota dimana kita berdua dididik, ditempa dan akhirnya diterima di sini?itukah Kamu?
Mungkin,
oh bukan! memang iya itulah kamu. Sesosok wanita yang selalu aku rindu, bahkan
dalam malam-malam yang membisu.
Maaf, terkadang kamu membuat subyek yang disebut aku akhirnya kembali merasakan rasa ingin berjumpa, bukan merindukan. ini nampaknya terlalu tinggi dari pada kata rindu. Mungkin aku cari dulu di KBBI apa itu yang lebih dari sekedar rindu.
Karena rindu hanya sekadar berjumpa lantas pergi. Aku merasa tidak demikian.
Ah aku ingat dulu aku pernah menulis begini:
ada Cinta yang
Sehat dalam Tubuh Yang sehat,
ada Cinta yang
Sehat dalam Tubuh Yang sakit
ada Cinta yang
Sakit dalam Tubuh Yang sehat
ada Cinta yang
sakit dalam Tubuh Yang sakit.
Dimanakah
aku sekarang? nampaknya antara cinta yang sakit dan sehat sendiri adalah sebuah
kebingunan. Ini adalah filsafatku yang gagal.
Oke puisi, bukan filsafat.
Diakhir
kata selamat malam untukmu, aku hanya sedang merindukanmu dengan cara yang
begitu sederhana, seperti apa yang disampaikan seorang pemberontak kepada
seorang gadis dari kota seberang yang menjadikannya bungkam.
:D
:3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar